Kamis, 13 Oktober 2011

ASKEP PADA BAYI HIPERBILIRUBIN


KONSEP DASAR  HIPERBILIRUBIN

A.   Definisi
  1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah  Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987):
a.        Timbul pada hari kedua-ketiga
b.        Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg%
c.        pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
d.        Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
e.        Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
f.         Ikterus hilang pada 10 hari pertama
g.        Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis   tertentu

  1. Ikterus Patologis / Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu   nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utellymenetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

  1. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

B.   Etiologi
1.    Peningkatan produksi :
Ø  Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat       ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan    Rhesus  dan ABO.
Ø  Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
Ø  Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik   yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
Ø  Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
Ø  Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20   (beta) , diol (steroid).
Ø  Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin   Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
Ø  Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.

2.    Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya    pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya    Sulfadiasine.
3.    Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme    atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4.    Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5.    Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif


C.   MANIFESTASI KLINIS
  1. Kulit berwarna kuning sampe jingga
  2. Pasien tampak lemah
  3. Nafsu makan berkurang
  4. Reflek hisap kurang
  5. Urine pekat
  6. Perut buncit
  7. Pembesaran lien dan hati
  8. Gangguan neurologic
  9. Feses seperti dempul
  10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
  11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
  12. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
  13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.
Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubahBilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadaisehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
 
D.   Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresimisalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakjaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( Markum, 1991).

KLASIFIKASI
• Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
• Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
• Ikterus kolestatik Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus
halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
• Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin
• Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan bilirubin serum- Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari
setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
• Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
• Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
• Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
• Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
• Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

H. PENCEGAHAN
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
• Pengawasan antenatal yang baik
• Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
• Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
• Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
• Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
• Pemberian makanan yang dini.
• Pencegahan infeksi.

I. KOMPLIKASI
• Retardasi mental - Kerusakan neurologis
• Gangguan pendengaran dan penglihatan
• Kematian.
• Kernikterus.

J. PENATALAKSANAAN
• Tindakan umum
 Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamilü
ü Mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
 Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.ü
 Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.ü
• Tindakan khusus
 Fototerapiü
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
 Pemberian fenobarbital
ü
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
 Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasiü
misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar.
 Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapiü
untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
 Terapi transfuse
ü
digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
 Terapi obat-obatanü
misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
 Menyusui bayi dengan ASIü
 Terapi sinar matahariü
• Tindak lanjut
Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.

Pathways:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjudCX-UaCsVuXgAmVWaDS_a50ljHhZtdn-5YtkmQmAyJSxmg2pWtpodQhr5YWwwu2oOWnSfPiUMpStq9VhsUc6p8nanZsp0m3_v0XFri83Ssa3k2yz86CgEIVLoXN_Y4doJna2B2EzQh-L/s400/Capture3.JPG


E.   Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia.
Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.


Tranfusi Pengganti
   Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
    terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan    dengan Bilirubin Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

F.    Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1.  Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sbb:
Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang
  Bakteri)
• Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
• Kadar Bilirubin Serum berkala.
• Darah tepi lengkap.
• Golongan darah ibu dan bayi.
• Test Coombs.
• Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar
   bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
Biasanya Ikterus fisiologis.
Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau
   golongan lain. Hal ini diduga
   kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
• Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
• Polisetimia.
• Hemolisis
   perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan
yang perlu dilakukan:
• Pemeriksaan darah tepi.
• Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
• Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
• Pemeriksaan lain bila perlu.
3.Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
• Sepsis.
• Dehidrasi dan Asidosis.
• Defisiensi Enzim G6PD.
• Pengaruh obat-obat.
Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
Karena ikterus obstruktif.
Hipotiroidisme
Breast milk Jaundice.
Infeksi.
Hepatitis Neonatal.
Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
• Pemeriksaan Bilirubin berkala.
• Pemeriksaan darah tepi.
• Skrining Enzim G6PD.
• Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.


ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.   Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2.   Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas.
3.   Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4.   Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)

B. DiagnosaKeperawatan
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake   cairan, fototherapi, dan diare.
  • Tujuan           : Cairan tubuh neonatus adekuat
  • Intervensi :
·         Catat jumlah dan kualitas feses,
·          Pantau turgor kulit,
·         Pantau intake output,
·         Beri air diantara menyusui atau memberi botol.
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi
  • Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
  • Intervensi :
·          Beri suhu lingkungan yang netral,
·          pertahankan suhu antara 35,5° - 37°
·          cek tanda-tanda vital tiap 2 jam.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare
  • Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
  • Intervensi :
·         Kaji warna kulit tiap 8 jam,
·         pantau bilirubin direk dan indirek ,
·         rubah posisi setiap 2 jam,
·          masase daerah yang menonjol,
·          jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.
4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting berhubungan dengan pemisahan
Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua
dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk
stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya,
libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua
mengekspresikan perasaannya.
5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi
yang diberikan pada bayi.
Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-
gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan
Intervensi :
Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning,
proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara
perawatan bayi dirumah.
6. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi trauma berhubungan dengan efek
fototherapi
Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat
fototherapi
Intervensi :
Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam
keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan
kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida
menutupi hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji
adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak
bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan.
7. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi trauma berhubungan dengan tranfusi
tukar
Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan
NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam
sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan
Rhesus serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-
tanda vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati
adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor
pemeriksaan laboratorium sesuai program.



DAFTAR PUSTAKA

Bobak, J. (1985). Materity and Gynecologic Care. Precenton.

Cloherty, P. John (1981). Manual of Neonatal Care. USA.

Harper. (1994). Biokimia. EGC, Jakarta.

Hazinki, M.F. (1984). Nursing Care of Critically Ill Child. , The Mosby Compani CV,  Toronto.

Markum, H. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.

Mayers, M. et. al. ( 1995). Clinical Care Plans Pediatric Nursing. Mc.Graw-Hill. Inc., New York.

Pritchard, J. A. et. al. (1991). Obstetri Williams. Edisi XVII. Airlangga University Press, Surabaya.

Susan, R. J. et. al. (1988). Child Health Nursing. California,


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar